Sabtu, 16 Juli 2011

HUKUM ISLAM PADA ZAMAN TABI’IN

Setelah masa khalifah yang empat berakhir, fase selanjutnya adalah zaman tabi’in yang pemerintahannya dipimpin oleh Bani Umayyah. Pemerintahan ini didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sofyan yang sebelumnya menjadi gubernur Damaskus.
Pada zaman pemerintahan Banu Umayyah, sistem kepemimpinan digantidengan sistem kerajaan. Ketika itu umat Islam, paling tidak terpecah menjadi tiga kelompok: penentang Ali dan Muawiyah (Khawarij), pengikut setia Ali (Syiah), dan Jumhur. Fase ini merupakan awal zaman tabi’in.
1.      Faktor-faktor yang mendorong perkembangan hukum Islam
Pada fase ini, perkembangan hukum Islam ditandai dengan munculnya aliran-aliran politik yang secara implisist mendorong terbentuknya aliran hukum. Di antara faktor-faktor yang mendorong perkembangan hukum Islam adalah sebagai berikut:

a.    Perluasan wilayah
Banyaknya daerah baru yang dikuasai Islam berarti banyak pula persoalan yang dihadapi oleh umat Islam; persoalan tersebut perlu diselesaikan berdasarkan Islam karena agama khanif ini merupakan petunjuk bagi manusia. Dengan demikian, perluasan wilayah dapat mendorong perkembangan hukum Islam; karena semakin luas wilayah yang dikuasai berarti semakin banyak penduduk di negeri muslim, dan semakin banyak penduduk, semakin banyak pula persoalan hukum yang harus diselesaikan.
b.    Perbedaan penggunaan ra’yu
Pada zaman tabi’in, fuqaha dapat dibedakan menjadi dua, yaitu mazhab atau aliran hadits dengan aliran ra’yu. Aliran hadits adalah golongan yang lebih banyak menggunakan riwayat dan sangat hati-hati dalam penggunaan ra’yu, sedangkan aliran ra’yu lebih banyak menggunakan ra’yu dibanding dengan hadits. Munculnya dua aliran pemikiran hukum Islam itu semakin mendorong perkembangan ikhtilaf, dan pada saat yang sama pula semakin mendorong perkembangan hukum Islam.
2.      Sumber-sumber hukum Islam zaman tabi’in
Secara umum, tabi’in mengikuti langkah-langkah penetapan dan penerapan hukum yang telah dilakukan sahabat dalam istinbath al-ahkam. Langkah-langkah yang mereka lakukan adalah sebagai berikut:
1)        Mencari ketentuannya dalam Al-Qur’an
2)        Apabila ketentuan itu tidak didapatka dalam Al-Qur’an mereka mencarinya dalam sunnah
3)        Apabila tidak didapatkan dalam Al-Qur’an dan sunnah, mereka kembali kepada pendapat sahabat.
4)        Apabila pendapat sahabat tidak diperoleh, mereka berijtihad.
Dengan demikian, sumber-sumber atau dasar-dasar hukum Islam pada periode ini adalah 1) Al-Qur’an, 2) Sunnah, 3) Ijma’ dan pendapat sahabat, 4) Ijtihad.
3.      Pengaruh ahli hadis dan ahli ra’yu terhadap hukum
Madrasah Madinah adalah ulama yang banyak berpegang teguh pada sunnah dan kaya dalam pemeliharaan sunnah. Oleh karena itu salah seorang imam yaitu imam malik, berpendapat bahwa ijma’ penduduk Madinah adalah hujah yang wajib diikuti.
Madrasah Ra’yu atau madrasah al-kufah adalah sekelompok ulama yang tinggal di kufah yang lebih banyak menggunakan ra’yu dibanding dengan madrasah Madinah. Sejak dibebaskan untuk keluar dari madinah, banyak sahabat tinggal di kufah.
Pada zaman tabi’in atau dinasti Banu Umayyah, ulama terbagi menjadi dua aliran, yaitu ulama yang tetap tinggal di Madinah dan akhirnya terbentuk aliran Madinah, dan sahabat yang keluar dari Madinah kemudian menetap di Kufah. Mereka menyebarkan hukum Islam yang pada akhirnya terbentuk hukum Islam corak Kufah. Ulama Madinah sangat berhati-hati dalam penggunaan ra’yu, sedangkan ulama Kufah relatif lebih longgar dalam penggunaan ra’yu.
4.      Pemikiran hukum Islam Khawarij, Syiah, dan jumhur
a.       Pemikiran hukum Islam Khawarij
Beberapa gagasan Khawaij tentang hukum Islam antara lain; pertama, umat Islam yang tegolong Jumhur atau Sunni percaya bahwa kepemimpinan mesti dipegang oleh Quraisy. Sedangkan menurut khawarij pemimpin umat Islam, tidak mesti keturunan Quraisy, setiap orang yang beragana Islam berhak menjadi pemimpin. Kedua, dalam al-Qur’an terdapat perempuan yang haram dinikah. Diantara yang haram dinikah adalah anak perempuan, banatukun. Menurut jumhur ulama, kata banat tidak terbatas pada anak tetapi mencakup pula cucu dan terus dalam garis keturunan ke bawah. Dengan demikian, jumhur berpendapat bahwa menikah dengan cucu (terus ke bawah) adalah haram.  Khawarij berpendapat bahwa menikahi cucu perempuan adalah boleh, sebab yang diharamkan dalam al-Qur’an adalah anak, cucu tidak diharamkan.
b.       Pemikiran hukum Islam Syiah
Secara umum, sumber hukum dalam pandangan Syiah adalah sebagai berikut: pertama, al-Qur’an dan Sunnah. Kedua, Syiah hanya menerima hadist dan pendapat dari imam Syiah dan ulama Syiah. Ketiga, Syiah menolak ijmak umum, menurut mereka dengan mengakui ijmak umum berarti mengambil pendapat selain pendapat imam Syiah.
c.       Pemikiran hukum Jumhur
Jumhur yang dimaksud adalah jumhur ulama, yaitu ulama pada umumnya. Di antara pemikiran hukum Islam Jumhur adalah sebagai berikut:
-         Penolakan terhadap keabsahan nikah mut’ah. Bagi Jumhur nikah mut’ah haram dilakukan.
-         Jumhur menggunakan konsep ‘aul dalam pembagian harta pusaka.
-         Nabi Muhammad saw tidak dapat mewariskan harta.
-         Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam satu periode adalah empat orang.

Tidak ada komentar: