Sabtu, 16 Juli 2011

HUKUM ISLAM PADA ZAMAN SAHABAT

Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, sahabat sebagai generasi Islam pertama, meneruskan ajaran dan misi kerasulan. Abu Bakar adalah sahabat pertama yang terpilih menjadi pengganti Nabi Muhammad SAW. Kemudian Umar Ibn Khathab, dilanjutkan Usman Ibn Affan, dan sahabat yang terakhir adalah Ali ibn Abi Thalib.
1.      Pengaruh fatwa terhadap perkembangan hukum
Sebelum mengetahui pengaruh fatwa terhadap perkembangan hukum, terlebih dahulu kita pelu mengetahui beberapa persoalan penting yang dihadapi pada zaman sahabat adalah:
-         Sahabat khawatir akan kehilangan Al-Qur’an karena banyaknya sahabat yang hafal Al-Qur’an meninggal dunia dalam perang melawan orang-orang murtad.
-         Sahabat mengkhawatirkan terjadinya ikhtilaf sahabat terhadap Al-Qur’an akan seperti ikhtilaf Yahudi dan Nasrani yang terjadi sebelumnya.
-         Sahabat takut akan terjadi pembohongan terhadap Sunnah Rosulullah SAW.
-         Sahabat khawatir umat Islam akan menyimpang dari hukum Islam.

-         Sahabat menghadapi perkembangan kehidupan yang memerlukan ketentuan syariat karena Islam adalah petunjuk bagi mereka tetapi belum ditetapkan ketentuannya dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
Dalam menghadapi kekhawatiran-kekhawatiran di atas, para sahabat mengumpulkan Al-Qur’an berdasarkan bahan-bahan yang ada, yaitu hafalan dan catatan menjadi berbentuk buku
2.      Sumber hukum islam pada zaman sahabat
Sumber atau dalil hukum Islam yang digunakan pada zaman-zaman sahabat adalah a) Al-Qur’an, b) Sunnah, dan c) ijtihad. Ijtihad yang dilakukan ketika itu berbentuk kolektif, disamping individual. Dalam melakukan ijtihad kolektif, para sahabat berkumpul dan memusyawarahkan hukum suatu kasus. Hasil musyawarah sahabat disebut ijma’.
3.      Sebab-sebab ikhtilaf pada zaman sahabat
Perbedaan pendapat telah ada sejak zaman sahabat Nabi saw. Sahabat berbeda pendapat dalam menyelesaikan suatu kasus karena mereka tidak terjaga dari kekeliruan.
Setelah Nabi saw wafat, timbul dua pandangan yang berbeda tentang otoritas kepemimpinan umat Islam. Hal ini berhubungan langsung dengan otoritas penetapan hukum. Kelompok pertama memandang bahwa otoritas untuk penetapan hukum-hukumTuhan dan menjelaskan makna al-Qur’an setelah Nabi Muhammad wafat dipegang oleh ahlul bait. Hanya mereka –menurut nash nabi Muhammad saw- yang harus dirujuk dalam menyelesaikan masalah-masalah hukum-hukum Allah. Kelompok ini kemudian lebih dikenal dengan nama kelompok Syiah.
Sedang menurut kelompok kedua, sebelum meninggal Nabi Muhammad tidak menentukan dan tidak menunjuk penggantinya yang dapat menafsirkan dan menetapkan perintah Allah. Al-Qur’an dan Sunnah adalah sumber hukum untuk menarik hukum-hukum berkenaan dengan masalah-masalah yang timbul. Mereka ini kelak dikenal sebagai kelompok ahlu sunnah atau sunni.
Sebab ikhtilaf pada zaman sahabat dapat dibedakan menjadi tiga: pertama, perbedaan pendapat yang disebabkan oleh al-Qur’an. Kedua, perbedaan pendapat yang disebabkan oleh sifat sunnah. Ketiga, perbedaan pendapat dalampenggunaan ra’yu.
4.      Perkembangan fatwa sahabat
Dalam perkembangannya, fatwa-fatwa pada zaman sahabat selalu berkembang, namun sulit dibuktikan secara kronologis karena tidak ada data yang menunjukkan kronologi dari pendapat-pendapat dari pada sahabat.

Tidak ada komentar: