Sabtu, 16 Juli 2011

ULAMA YANG HIDUP PADA FASE TAKLID

1.    Ibnu Hazm al Zhahiri
Nama lengkap beliau adalah ‘Ali ibn Ahmad ibn Sa’id ibn Hazm ibn Ghalib ibn Shalih ibn Abi Sufyan ibn Yazid. Nama panggilan beliah adalah Abu Muhammad. Ia dilahirkan pada tanggal 7 November 994 M di Cordova dan meninggal pada tahun 1064 M. Ayahnya, Yazid adalah seorang menteri pada zaman pemerintahan al Manshur dan al Muzhaffar.
Pada awalnya, Ibnu Hazm mempelajari Fikih Malik, karena mazhab inilah yang banyak dianut masyarakat Andalus dan Afrika Utara. Hasil pemahaman Ibnu Hazm terhadap kita yang ia pelajari akhrinya mendorongnya untuk mempelajari dan mendalami kitab-kitab fikih karya al Syafi’i, sehingga ia menjadi pengikut mazhab al Syafi’i. Setelah kitab fikih karangan Munzhir ibn Sa’ad al Zhahiri, Ibnu Hazm pindah ke aliran Zhahiri.

ZAMAN TAKLID DAN KEMUNDURAN

Kegiatan ijtihad mulai mengalami penurunan, sebagian ulama memandang cukup untuk merujuk pendapat imam mazhabnya tanpa perlu melakukan ijtihad kembali. Fase ini merupakan fase pergeseran orientasi. Kalau sebelumnya merujuk langsung kepada Al-Qur’an dan Sunnah, maka pada fase ini yang dirujuk adalah kitab-kitab fikih yang disusun oleh imam yang dipandang lebih berkompeten.
Untuk menjaga kesucian kitab-kitab fikih, para ulama melakukan kegiatan yang bersifat internal, yakni membangun mazhab yang dianutnya sehingga dapat berkembang. Ada dua ciri yang cukup dominan yang menjadi tanda kemunduran fikih Islam, yaitu taklid dan tertutupnya ijtihad.
1.      Sebab-sebab taklid
Secara umum, penyebab taklid adalah keterpakuan tesktual terjadi, hal ini dikarenakan keterbelengguan akal pikiran sebagai akibat hilangnya kebebasan berpikir. Kebebasan berpikir hilang disebabkan karena adanya pemaksaan penggunaan aliran atau mazhab tertentu oleh pihak penguasa.

Pembukuan Fikih dan Hadist

Daulah Abbasiah merupakan daulah yang mempunyai kecenderungan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan umat Islam, baik ilmu filsafat maupun ilmu-ilmu lainnya. Berikut tabel pembukuan Fikih dan Hadits.

No
Penulis
Kitab
Keterangan
1
Abu Hanifah
Al Ashl
Fikih
2
Malik Ibn Anas
Al Muwathtah’
Hadits
3
Al Syafi’i
Al Umm
Fikih
4
Ahmad ibn Hanbal
Al Musnad
Hadits
5
Imam Bukhari
Al Jami’ al Shahih
Hadits
6
Daud Al Zhahiri
Ibthal al Taqlid
Fikih
7
Abu Daud
Al Sunan
Hadits
8
Imam Muslim
Al Jami’ al Shahih
Hadits
9
Al Tirmidzi
Al Jami’ al Shahih
Hadits
10
Ibnu Majah
Al Sunan
Hadits
11
Al Nasa’i
Al Sunan
Hadits

PEMBENTUKAN MAHZAB DAN PEMBUKUAN HADIST

Setelah kekuasaan Umayyah berakhir, kendali pemerintahan Islam selanjutnya dipegang oleh Dinasti Abbasiah. Berbeda dengan fase sebelumnya yang ditandai dengan perluasan wilayah, fase ini ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang pengaruhnya masih dapat dibuktikan sampai saat ini. Fase ini, dalam sejarah hukum Islam dikenal sebagai fase atau zaman keemasan.
1.    Faktor-faktor yang mendorong perkembangan hukum Islam
Faktor utama yang mendorong perkembangan hukum Islam adalah berkembangnya ilmu pengetahuan di dunia Islam. Berkembang pesatnya ilmu pengetahuan di dunia Islam disebabkan oleh hal-hal berikut:

HUKUM ISLAM PADA ZAMAN TABI’IN

Setelah masa khalifah yang empat berakhir, fase selanjutnya adalah zaman tabi’in yang pemerintahannya dipimpin oleh Bani Umayyah. Pemerintahan ini didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sofyan yang sebelumnya menjadi gubernur Damaskus.
Pada zaman pemerintahan Banu Umayyah, sistem kepemimpinan digantidengan sistem kerajaan. Ketika itu umat Islam, paling tidak terpecah menjadi tiga kelompok: penentang Ali dan Muawiyah (Khawarij), pengikut setia Ali (Syiah), dan Jumhur. Fase ini merupakan awal zaman tabi’in.
1.      Faktor-faktor yang mendorong perkembangan hukum Islam
Pada fase ini, perkembangan hukum Islam ditandai dengan munculnya aliran-aliran politik yang secara implisist mendorong terbentuknya aliran hukum. Di antara faktor-faktor yang mendorong perkembangan hukum Islam adalah sebagai berikut:

HUKUM ISLAM PADA ZAMAN SAHABAT

Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, sahabat sebagai generasi Islam pertama, meneruskan ajaran dan misi kerasulan. Abu Bakar adalah sahabat pertama yang terpilih menjadi pengganti Nabi Muhammad SAW. Kemudian Umar Ibn Khathab, dilanjutkan Usman Ibn Affan, dan sahabat yang terakhir adalah Ali ibn Abi Thalib.
1.      Pengaruh fatwa terhadap perkembangan hukum
Sebelum mengetahui pengaruh fatwa terhadap perkembangan hukum, terlebih dahulu kita pelu mengetahui beberapa persoalan penting yang dihadapi pada zaman sahabat adalah:
-         Sahabat khawatir akan kehilangan Al-Qur’an karena banyaknya sahabat yang hafal Al-Qur’an meninggal dunia dalam perang melawan orang-orang murtad.
-         Sahabat mengkhawatirkan terjadinya ikhtilaf sahabat terhadap Al-Qur’an akan seperti ikhtilaf Yahudi dan Nasrani yang terjadi sebelumnya.
-         Sahabat takut akan terjadi pembohongan terhadap Sunnah Rosulullah SAW.
-         Sahabat khawatir umat Islam akan menyimpang dari hukum Islam.

HUKUM ISLAM PADA ZAMAN RASULULLAH

1.      Kehidupan bangsa Arab sebelum Islam
Bangsa Arab pra-Islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografis Arab yang strategis, membuat Islam mudah tersebar ke berbagai wilayah. Hal lain yang mendorong cepatnya perluasan wilayah adalah berbagai upaya yang dilakukan umat Islam.
Ciri-ciri utama tatanan bangsa Arab pra-Islam adalah sebagai berikut:
-         Menganut paham kesukuan (qabilah)
-         Memiliki tata sosial politik yang tertutup dengan partisipasi warga yang terbatas, faktor keturunan lebih penting daripada kemampuan.
-         Mengenal hierarki sosial yang kuat
-         kedudukan perempuan cenderung direndahkan.
Dilihat dari sumber yang digunakan, hukum arab pra-Islam bersumber pada adat-istiadat. Dalam bidang muamalah, di antara kebiasaan mereka adalah dibolehkannya transaksi mubadalah (barter), jual beli, kerjasama pertanian (muzaro’ah), dan riba. Di samping itu, di kalangan mereka juga terdapat jual beli yang bersifat spekulatif seperti bai’ al-munabadzah.

Periodisasi Sejarah Hukum Islam.

Ada beberapa pendapat tentang periodisasi sejarah hukum Islam.
a.       Menurut Muhammad ‘Ali al-sayyis:
-         Hukum Islam jaman Rasul
-         Hukum Islam jaman Khulafa
-         Hukum Islam jaman pasca-Khulafa hingga awal abad II H
-         Hukum Islam jaman awal abad II H hingga pertengahan abad IV H
-         Hukum Islam jaman pertengahan abad IV H hingga Bagdad hancur
-         Hukum Islam jaman kehancuran Bagdad hingga kini
b.      Menurut ‘Abd al-Wahab Khalaf
-         Hukum Islam jaman Rasul
-         Hukum Islam jaman sahabat
-         Hukum Islam jaman imam pendiri mazhab
-         Hukum Islam jaman statis (jumud)
c.       Menurut ulama Indonesia
-         Hukum Islam jaman pertumbuhan
-         Hukum Islam jaman sahabat dan tabi’in
-         Hukum Islam jaman kesempurnaan
-         Hukum Islam jaman kemunduran
-         Hukum Islam jaman kebangkitan

Prinsip-Prinsip Hukum Islam

a.       Menegakkan mashlahat
Mashlahat berasal dari kata al-shulh atau al-ishlah yang berarti damai dan tentram. Sedang secara terminologi berarti perolehan manfaat dan penolakan terhadap kesulitan.
Secara umum mashlahat dibagi menjadi tiga:
-         Mashlahat mu’tabarah.diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan: dlaruriyyah (primer), hajiyyah (sekunder), dan tahsiniyyah (tertier).
-         Mashlahat mulghah, adalah suatu perbuatan yang didalamnya terkandung manfaat tetapi dalam syarak tidak ditetapkan secara pasti.
-         Mashlahat mursalah, adalah sesuatu yang bermanfaat tetapi tidak diperintahkan oleh Allah (al-Qur’an) dan Rasulnya dalam Sunnah.
b.      Menegakkan keadilan (tahqiq al-‘adalah). Secara bahasa adil adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya (wadl’ al-syai’ fi mahalih).
c.       Tidak menyulitkan (‘adam al-haraj). Al-haraj memiliki beberapa arti, diantaranya sempit, sesat, paksa, dan berat. Adapun arti terminologinya adalah segala sesuatu yang menyulitkan badan, jiwa atau harta secara berlebihan, baik sekarang maupun dikemudian hari.
d.      Menyedikitkan beban (taqlil al-takalif). Taqlif secara bahasa berarti beban. Arti etimologinya adalah menyedikitkan. Secara istilah adalah tuntutan Allah untuk berbuat sehingga dipandang taat dan (tuntunan) untuk menjauhi cegahan Allah. Sedang secara terminologi adalah menyedikitkan tuntunan Allah untuk berbuat, mengerjakan perintahnya dan menjauhi cegahannya.
e.       Berangsur-angsur (tadrij). Hukum Islam dibentuk gradual atau tadrij, dan didasarkan kepada al-Qur’an yang diturunkan secara berangsur-angsur.

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM

Oleh : Hayun Romdoni Muhtar, S.PdI
A.     PENDAHULUAN
1.      Pengertian tarikh al-tasyri’ al-islami
Ada tiga istilah yang perlu dijelaskan, yaitu syari’ah, tasyri’, dan tarikh al-tasyri’. Yang dimaksud dengan syari’ah adalah peraturan yang telah ditetapkan (diwahyukan) oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw untuk manusia yang mencakup tiga hal, yaitu keyakinan, perbuatan, dan akhlak. Al-tasyri’ dari segi terminologi diartikan sebagai penetapan peraturan, penjelasan hukum-hukum, dan penyusunan perundang-undangan. Dari sini tampak bahwa al-tasyri’ lebih merupakan istilah teknis tentang proses pembentukan fikih atau peraturan perundang-undangan. Sedangkan tentang tarikh al-tasyri’ al-islami Muhammad ‘Ali al-Sayyis mendefinisikansebagai ilmu yang membahas keadaan hukum islam pada zaman rasul dan sesudahnya dengan uraian periodisasi, yang padanya hukum itu berkembang, serta membahas ciri-ciri spesifiknya, keadaan fuqoha dan mujtahid dalam merumuskan hukum itu.

Minggu, 19 Juni 2011

KEPADA UMAT TERBAIK.....

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آَمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ (110)

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. ”(Ali Imran / 3 : 110)

Hal ini seharusnya diketahui oleh umat Islam, agar mereka memahami hakikat dan nilai umat ini, dan mengetahui bahwa ia ditampilkan untuk menjadi pelopor dan pemimpin, karena mereka adalah merupakan umat terbaik. Allah ingin agar kepemimpinan ini menghasilkan kebaikan di muka bumi ini, bukan keburukan. Oleh sebab itu, umat ini tidak selayaknya mengikuti petunjuk kehidupan umat lain di antara umat-umat Jahiliyah

Posisi ini tidak bisa diraih dengan pengakuan semata, dan tidak akan diserahkan kepada umat ini kecuali jika mereka telah memiliki kelayakan untuk menerimanya. Dengan konsepsi akidahnya dan dengan sistem sosialnya, umat ini layak untuk menerima posisi tersebut.

Demikian juga dengan kemajuan ilmu pengetahuannya dan peradaban yang dibangunnya di muka bumi—dalam rangka melaksanakan tugas khilafah—maka mereka layak menduduki posisi tersebut. Dari sini jelas bahwa manhaj yang menjadi landasan berdirinya umat ini menuntut mereka untuk melakukan banyak hal dan mendorongnya agar menjadi terdepan dalam segala bidang. Asalkan mereka mengikuti Qur'an dan Sunnah, komit terhadapnya, dan menyadari berbagai konsekuensi dan tanggungjawabnya.

Iman juga diperlukan agar para penyeru kebaikan, pelaku amar ma’ruf dan nahi munkar itu bisa meniti jalan yang berat ini dan mampu menanggung segala bebannya, di saat mereka menghadapi para thaghut kejahatan yang berbuat zhalim, di saat mereka menghadapi para thaghut syahwat yang mencari pelampiasan, di saat mereka menghadapi jatuhnya mental, kendornya semangat, beratnya tujuan. Bekal mereka adalah iman, perlengkapan mereka adalah iman, dan sandaran mereka adalah Allah. Semua bekal selain bekal iman pasti habis, semua sarana selain sarana iman pasti rusak, dan semua sandaran selain sandaran Allah pasti!



Dalam rangkaian ayat ini, telah disampaikan perintah kepada jama’ah Muslim agar ada di antara mereka yang bangkit untuk mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar.

Ungkapan dengan kata “ukhrijat” merupakan ungkapan yang menarik perhatian. Ungkapan ini nyaris memperlihatkan tangan yang mengendalikan dengan lembut saat mengekspos umat ini sedemikian rupa dan menariknya keluar dari tataran ghaib yang gelap dan dari balik tabir abadi, hanya Allah yang mengetahui apa yang ada di baliknya. Ia adalah kata yang melukiskan gerak yang tidak diketahui kelebatannya sekaligus lembut ayunannya. Gerak yang menampilkan umat ke pentas wujud. Umat yang memiliki peran khusus, kedudukan khusus, dan perhitungan khusus:

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia. ”

Konsekwensi pertama dari posisi ini adalah melindungi kehidupan ini dari keburukan dan kerusakan. Hendaknya mereka memiliki kekuatan yang memungkinkan untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, karena mereka adalah umat terbaik yang dimunculkan ke hadapan manusia. Bukan karena basa-basi atau pilih kasih, bukan karena kebetulan atau sembarangan—Mahasuci Allah dari semua itu—dan bukan pula jatah kehormatan dan kemuliaan sebagaimana dikatakan Ahli Kitab: “Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-Nya”.(5:18) Tidak! Melainkan didasari dengan tindakan aktif untuk melindungi kehidupan umat manusia dari kemungkaran, memberdirikan mereka di atas kebajikan, disertai iman yang dapat mendefinisikan mana yang ma’ruf dan mana yang munkar:

Menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. ”




oleh Yusuf Mansur Network pada 07 Juni 2011 jam 15:09