Sabtu, 16 Juli 2011

HUKUM ISLAM PADA ZAMAN RASULULLAH

1.      Kehidupan bangsa Arab sebelum Islam
Bangsa Arab pra-Islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografis Arab yang strategis, membuat Islam mudah tersebar ke berbagai wilayah. Hal lain yang mendorong cepatnya perluasan wilayah adalah berbagai upaya yang dilakukan umat Islam.
Ciri-ciri utama tatanan bangsa Arab pra-Islam adalah sebagai berikut:
-         Menganut paham kesukuan (qabilah)
-         Memiliki tata sosial politik yang tertutup dengan partisipasi warga yang terbatas, faktor keturunan lebih penting daripada kemampuan.
-         Mengenal hierarki sosial yang kuat
-         kedudukan perempuan cenderung direndahkan.
Dilihat dari sumber yang digunakan, hukum arab pra-Islam bersumber pada adat-istiadat. Dalam bidang muamalah, di antara kebiasaan mereka adalah dibolehkannya transaksi mubadalah (barter), jual beli, kerjasama pertanian (muzaro’ah), dan riba. Di samping itu, di kalangan mereka juga terdapat jual beli yang bersifat spekulatif seperti bai’ al-munabadzah.

Diantara ketentuan hukum keluarga arab pra-Islam adalah dibolehkannya berpoligini dengan perempuan dengan jumlah tanpa batas, serta anak kecil dan perempuan tidak dapat menerima harta pusaka atau harta peninggalan.
Tatanan masyarakat arab pra-Islam cenderung merendahkan martabat wanita dapat dilihat dari dua kasus. Pertama, perempuan dapat diwariskan, seperti seorang ibu tiri harus rela dijadikan istri oleh anak tirinya ketika suaminya meninggal; ibu tiri tidak mempunyai hak pilih, baik untuk menerima ataupun menolaknya. Kedua, perempuan tidak memperoleh harta pusaka.
2.      Tasyri’ Mekah dan Madinah
Hukum Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW dapat dibedakan menjadi dua fase; fase Mekah dan fase Madinah. Ciri-ciri masyarakat Islam pada fase Mekah adakah (a) jumlahnya masih sangat sedikit, (b) karena kecil, mereka masih sangat lemah dibandingkan dengan kekuatan yang dimiliki para penentang Islam dan (c) karena lemah, mereka dikucilkan masyarakat penentang Islam; misalnya kegiatan ekonominya diblokade.
Masyarakat Islam yang dibimbing oleh Nabi Muhammad SAW di Mekah adalah masyarakat yang baru saja memeluk Islam yang sebelumnya menyembah berhala. Langkah pertama yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW adalah memperbaiki akidah mereka, sebab akidah adalah fondasi bagi amaliah ibadah.
Perbaikan akidah diharapkan dapat menyelamatkan umat Islam dari kebiasaan sebelumnya, seperti kebiasaan berperang, zina, mengubur anak perempuan hidup-hidup. Karena tekanan dari masyarakat yang benci terhadap Islam begitu kuat, akhirnya Nabi Muhammad beserta pengikutnya hijrah ke Madinah. Setelah hijrah, fase Madinah dimulai.
Nabi Muhammad SAW tinggal di Madinah sekitar 10 tahun, dimulai dari hijrah hingga Nabi Muhammad SAW wafat. Ciri-ciri masyarakat Islam fase Madinah adalah (a) Islam tidak lagi lemah karena jumlahnya banyak dan berkualitas, (b) mengeliminasi permusuhan dalam rangka mengesakan Allah, (c) adanya ajakan untu mengamalkan syariat Islam dalam rangka memperbaiki hidup bermasyarakat dan (d) aturan damai dan perang.
Dengan keadaan masyarakat yang demikian, yang disyariatkan pada fase Madinah adlaah hukum kemasyarakatan yang mencakup: a) muamalat, b) jihad, c) jinayat, d) mawarist, e) wasiat, f) talak, g) sumpah, dan h) peradilan.
3.      Dalil hukum islam pada zaman rasululloh
Dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi, Nabi Muhammad SAW senantiasa berpedoman pada Al-Qur’an maupun Al-Sunnah. Begitu pula sahabat menaati dan mengikuti keputusan Nabi Muhammad SAW.
Al-Qur’an adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam bahasa arab, dinukil secara mutawatir, dan membacanya bernilai ibadah. Hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an dapat dibedakan menjadi dua: ibadah dan muamalah. Yang termasuk ibadah adalah sholat, zakat, haji, dan nazar. Adapun muamalah adalah hukum yang bertujuan membangun keselarasan hubungan manusia dengan manusia. Cakupan muamalah adalah sebagai berikut:
-         Hukum Keluarga, yaitu hukum yang mengatur hubungan individu dengan individu dalam keluarga dan kekerabatan.
-         Hukum Kebendaan, yaitu hukum yang mengatur tukar-menukar harta seperti ijarah, rahn, kafalah dan syirkah.
-         Hukum jinayah, yaitu hukum yang mengatur pelanggaran dan sanksi yang dilakukan oleh mukalaf. Tujuannya adalah menjaga hidup manusia dan hartanya.
-         Lembaga peradilan, yaitu hukum yang mengatur syarat-syarat hakim, saksi, dan sumpah.
-         Hukum dusturi, yaitu hukum yang berhubungan dengan interaksi antara pemimpin dengan rakyat.
-         Hukum negara, yaitu hukum yang mengatur hubungan kenegaraan, hubungan antarnegara.
-         Hukum ekonomi, yaitu hukum yang berhubungan dengan antara kaya dan miskin dan antara individu dan kelompok.
Al-sunnah dipahami sebagai sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik dalam bentuk perkataan, perbuatan, maupun taqrir. Apabila penyandaran itu diriwayatkan oleh mayoritas ulama yang mustahil dusta, hadits atau sunnah itu berkualitas mutawatir. Semakin rendah kualitas penyandarannya, akan semakin rendah pula kualitasnya. Pengkategoriannya menjadi hadits masyhur, dan hadits ‘ahad. Kualitas hadits ‘ahad diklasifikasi menjadi shahih, hasan, dan dla’if. Apabila penyadaran itu terbukti bohong, riwayat tersebut termasuk maudhlu’.
4.      Ijtidad Nabi Muhammad saw
Para ulama berikhtilaf tentang ijtihad Nabi Muhammad saw terhadap sesuatu yang tidak ada ketentuan nash dari Allah. Sebagian ulama asy’ariyah dan kebanyakan ulama mu’tazilah berpendapat bahwa Nabi Muhammad saw tidak boleh melakukan ijtihad terhadap sesuatu yang tidak ada ketentuan nash, yang berhubungan amaliyah tentang halal dan haran. Sedangkan ulama ushul, di antaranya Abu Yusuf al-Hanafi dan al-Syafi’i membolehkannya.
5.      Ijtihad pada zaman Nabi Muhammad saw
Disamping al-Qur’an dan Sunnah, terdapat sumber hukum yang ketiga yaitu ijtihad. Ijtihad adalah suatu metode penggalian hukum Islam; sedangkan dari segi “hasil”, termasuk sumber hukum Islam

Tidak ada komentar: